Upah Layak dalam Standar UU Ketenagakerjaan

0

Solidaritas.net – Bicara mengenai upah layak, tentu saja berbeda jauh dengan upah minimum. Upah minimum adalah upah terendah yang seharusnya diberikan oleh perusahaan kepada pekerja, dimana pekerja tersebut belum memiliki pengalaman kerja serta masih lajang. Upah minimum terdiri dari upah pokok dan tunjangan saja.

upah minimum upah layak
Foto ilustrasi: Upah minimum harus sama dengan upah layak. © Flickr.com / Bernard Pollack (labor2008)

Sedangkan upah layak, merupakan upah yang diberikan perusahaan kepada pekerja di atas upah minimum dan dihitung berdasarkan kemampuan serta produktivitas dari masing-masing. Upah layak diberikan atas kesepakatan antara perusahaan dengan pekerja dengan melakukan perundingan bipatrit.

Sayangnya, perwujudan upah layak ini belum diwujudkan dengan baik di Indonesia. Justru kondisi pengupahan di Indoensia masih sangat rentan karena banyaknya aturan yang dilanggar oleh perusahaan.

Contohnya, masih banyak perusahaan yang menjadikan upah minimun menjadi upah maksimum. Seolah-olah mereka bangga jika mampu membayar pekerjanya dengan upah minimum, padahal seharusnya upah minimum hanya boleh diberikan pada mereka yang masih lajang dan belum berpengalaman. Sedangkan pekerja yang sudah berpengalaman serta sudah berkeluarga,, patut menerimpa upah layak yang jauh dari upah minimum. Selain itu, tak jarang pula perusahaan yang masih memberikan upah kepeda pekerjanya di bawah upah minimum. Tentu saja ini melanggar ketentuan undang-undang mengenai upah layak.

Dalam UU no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan beberapa kebijakan pengupahan untuk mewujudkan upah layak sebagai berikut:

1. Penentuan upah minimum

Upah minimum memang berbeda dengan upah layak, namun penentuan upah minimum dijadikan sebagai salah satu cara untuk mewujudkan pengupahan yang layak. Upah minimum terdiri dari upah pokok dan tunjangan yang besarnya ditentukan berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan.

2. Perundingan upah

Perundingan upah dilakukan dalam rangka mewujudkan upah layak yang tentunya berada diatas upah minimum. Perundingan upah ini bisa dilakukan secara individu maupun kolektif. Individu maksudnya dilakukan antara pekerja dengan perusahaan yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja, sedangkan kolektif dilakukan antara serikat pekerja dengan perushaan yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

3. Penyusunan struktur dan skala upah

Perusahaan diwajibkan untuk menyusun struktur dan skala upah dengan menilik lebih jauh mengenai golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi dari pekerja. Hal ini diatur dalam pasal 92 UU Ketenaagerjaan. Penyusunan skala upah ini sangat penting dilakukan dalam rangka:

  1. Mencegah diskriminasi upah (gender, suku, ras dan agama)
  2. Kesetaraan upah untuk pekerjaan yang nilainya sama
  3. Dasar dalam menetapkan upah seorang karyawan
  4. Gambaran masa depan pekerja di perusahaan tersebut
  5. Acuan dalam perundingan upah secara kolektif
  6. Perhitungan premi Jamsostek dan Pajak Penghasilan

Penyusunan struktur dan skala upah ini jika tidak hati-hati dalam menilai realitas “sumbangan tenaga buruh” untuk perusahaan, salah-salah justru menjadi jalan bagi diskriminasi di antara pekerja. Misalnya: buruh perempuan tidak menerima tunjangan keluarga (dihitung lajang); hak-hak buruh kontrak dan buruh tetap dibedakan, meskipun buruh kontrak jumlah lebih banyak dan sering diganti; dsb.

Sudah sepatutnya jika upah minimum didorong menjadi sama dengan upah layak. Salah satu caranya adalah tidak menghitung upah buruh secara subsisten (cukup bertahan hidup), tapi dengan melihat keuntungan perusahaan. Untuk itu, diperlukan transparansi keuangan perusahaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *