Sebelumnya Tak Pernah Peringati May Day, Tahun Ini SPSI Kerahkan 50 Ribu Massa

0

syukur sarto SPSISolidaritas.net – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) merupakan serikat pekerja yang tak rutin memperingati Hari Buruh Sedunia atau May Day setiap tanggal 1 Mei. Pasalnya, organisasi ini beranggapan Hari Buruh jatuh pada tanggal 20 Februari. Namun, tahun 2014, lalu sejumlah anggota mereka terlibat dalam beberapa aksi. Pada peringatan May Day tahun ini, SPSI pun akan menggelar aksi besar-besaran dengan mengerahkan puluhan ribu buruh.

“SPSI akan turun melakukan aksi untuk pertama kalinya tahun ini,” ungkap Ketua Harian Konfederasi SPSI, Sjukur Sartono saat ditemui wartawan di Kantor Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jakarta, seperti dikutip dari portal Okezone.com, Kamis (16/4/2015).

Dijelaskan Sjukur, hingga saat ini sudah lebih dari 50 ribu anggota mereka di Jakarta yang mendaftarkan diri untuk ikut meramaikan peringatan May Day 2015 ini. Tidak hanya di ibu kota saja, para buruh anggota mereka di daerah lainnya juga telah banyak yang mendaftar untuk ikut bergabung dalam acara ini, seperti di Serang yang mencapai 12 ribu peserta.

“SPSI tidak pernah ikut acara 1 Mei, karena kita beranggapan Hari Buruh Sedunia tanggal 20 Febuari. Tapi tahun 2014 kita ikut di beberapa wilayah di Indonesia, dan tahun ini SPSI akan ikut dalam aksi May Day. Sampai saat ini sudah ada 50 ribu peserta di Jakarta yang mendaftar,” terangnya lagi dalam kesempatan yang sama, dilansir oleh BeritaSatu.com.

SPSI memang dikenal sebagai serikat pekerja pro pemerintah dan pengusaha sejak jaman Orde Baru dimana SPSI adalah satu-satunya serikat yang diizinkan berdiri dan dikontrol oleh pemerintah. Lazimnya, serikat semacam ini disebut serikat kuning.

Mengenai isu yang akan diangkat nantinya, Sjukur mengatakan mereka akan menyampaikan tentang jaminan sosial, jaminan pensiun dan jaminan kesehatan. Menurutnya, jaminan sosial yang sudah ada sekarang pada kenyataannya berbeda dengan yang ada di lapangan. Oleh karena itu, mereka akan meminta pertanggungjawaban dari DPR mengenai hal itu.

Sjukur mencontohkan kesulitan penerapan jaminan BPJS Kesehatan di lapangan, misalnya dari rujukan-rujukan yang harus diikuti, banyak yang meninggal karena harus rebutan.

“Kunjungan kesehatan itu total 5 persen, sekarang 30 persen. Banyak yang rebutan. Belum siap dengan yang dibutuhkan, RSUD, di puskesmas harus nunggu empat jam paling cepat. Pemerintah juga masih utang pada vendor BPJS kesehatan lebih dari Rp16 triliun,” katanya.

Meski begitu, Sjukur belum bisa memastikan seperti apa konsep dan bentuk dari aksi yang akan mereka lakukan pada tanggal 1 Mei mendatang. Namun, kemungkinan besar aksi tersebut akan dilakukan di dalam ruangan, agar berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

Sementara itu, pengamat buruh Bambang Suprianto menyarankan seharusnya hal yang perlu dikoreksi dari jaminan sosial adalah soal konsep dan tujuan dari jaminan sosial itu.

“Bukan mengenai besaran tentang jaminan sosial. Tetapi seharusnya yang diangkat adalah tentang konsepnya dan tujuannya apa. Karena saat ini masalah besarnya adalah konsepnya yang tidak jelas. Saya kecewa dengan kinerja pemerintah, tak hanya di industri,” tukasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *