Penindasan Perempuan Dibalik “Putri UMK 2015”

0

Solidaritas.net – Sejumlah media, seperti Okezone.com dan Sindonews.com menyebut ada keunikan dalam aksi buruh Batam, yakni membawa Putri UMK 2015 dalam aksi menuntut kenaikan upah sebesar 30 persen, pada 12 November lalu. Mereka adalah buruh-buruh perempuan yang didandani dengan riasan wajah (make-up) dan pakaian adat daerah. Mereka dikumpulkan dari berbagai pabrik di Batam. Sehelai kertas lebar bertuliskan “Putri UMK 2015” digantung di leher mereka. Mereka menjadi bahan tontonan.

Putri UMK 2015. ©Aini L/ Koran SI / Okezone.com

Para putri “cantik” ini sebetulnya adalah buruh juga, tapi mereka dibedakan karena mereka perempuan. Kepada mereka disandangkan keindahan dan kecantikan yang bisa ditonjolkan, bahkan digunakan untuk kepentingan perjuangan kaum buruh, katanya. Ciri lainnya, mereka sering ditaruh di belakang barisan, terutama dalam situasi-situasi aksi yang menuntut keberanian. Misalnya, saat aksi berubah menjadi chaos atau bentrok. Hari itu, bolehlah mereka berada di depan berhadapan dengan kawat berduri untuk dipajang sebagai “Putri Cantik”.

Itu baru yang nampak belaka. Di dunia serikat buruh, perempuan nyaris tak punya peran penting. Tugas-tugas mereka dibatasi dalam hal mengurus administrasi, keuangan, dan bidang pemberdayaan perempuan. Jarang mereka diberikan tanggungjawab memimpin kaum buruh, laki-laki maupun perempuan.

Serikat buruh semacam ini telah gagal dalam memahami kondisi-kondisi yang menindas perempuan. Mereka hanya melihat perempuan sama seperti lelaki sebagai buruh yang harus diperjuangkan hak-hak kesejahteraannya. Mereka gagal melihat bahwa perempuan menderita lebih dari itu. Seorang buruh perempuan bisa dirampas hasil kerja (sama seperti buruh laki-laki) dan sekaligus direndahkan menjadi manusia pelengkap.

Ada banyak kasus di pabrik yang secara khusus diderita oleh buruh perempuan, seperti persoalan cuti haid, cuti hamil, catcalling (disuit-suitin), pelecehan seksual, bahkan perkosaan. Persoalan ini saling-sengkarut dengan beban ganda yang harus ditanggung dan kerap diamini oleh perempuan itu sendiri.

Bahkan, serikat buruh bisa menjadi organisasi yang membela “beban ganda”. Perempuan dibebani dengan tiga tugas sekaligus yang dilekati dengan pujian “hebat”. Mulai dari tugas sebagai buruh pabrik, aktivis organisasi sampai ibu rumah tangga. Manusia mana yang terpaksa harus sanggup melakukan hal ini, selain yang bernama perempuan.

Program untuk kesejahteraan seperti cuti haid, cuti hamil dan bilik asi yang normatif sekalipun, masih berada di tempat yang paling terpinggirkan dalam isu-isu perburuhan. Program pembebasan tenaga produktif kaum perempuan seperti penitipan anak dan tehnologisasi rumah tangga, bahkan bisa sama sekali tidak dibahas oleh serikat buruh.

Huh, jadilah “Putri UMK 2015” itu semakin menegaskan penindasan terhadap kaum perempuan bahkan di dalam serikat dan gerakan buruh itu sendiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *