Kenaikan Iuran BPJS Tidak Adil

0

Jakarta – Dalam rilis persnya, koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan, kenaikan iuran BPJS tidak adil. Ia
menilai, pemerintah hanya berani menaikkan iuran peserta mandiri atau peserta
bukan penerima upah (PBPU), yaitu golongan yang tidak memiliki kepastian pemasukan/upah.
Sedangkan Peserta Penerima Upah (PPU) atau biasa disebut pekerja formal yang memiliki
kepastian upah justru tidak disentuh.
Foto: kajsbpjs.blogspot.com

Menurutnya, seharusnya
iuran peserta mandiri tidak perlu dinaikkan, namun yang harus dinaikkan adalah
batas atas iuran peserta PPU yaitu dengan menaikkan dari 2 x PTKP menjadi 3 x
PTKP. Penetapan batas atas secara nominal yaitu sebesar Rp8 juta sebagaimana
diatur dalam Perpres Nomor 19. Menurut Timboel,  tidak signifikan mendukung peningkatan
pendapatan BPJS Kesehatan. Sebaliknya dengan menaikkan batas atas upah tersebut
maka akan bisa menambah jumlah iuran dari unsur PPU.

Oleh karena itu, cara yang
lebih signifikan untuk menambah iuran adalah menambah jumlah kepesertaan dari
sektor PPU. Dengan menambah 8 juta jumlah peserta maka bisa menambah pendapatan
Rp9,6 trilliun, rumusnya: 8 juta x rata rata upah 2 juta x 5 persen x 12 bulan
= Rp 9,6 trilliun. Artinya, defisit akan terhindari. Solusinya, kepesertaan PPU
BPJS yang saat ini masih terbilang rendah yaitu 8 juta peserta, harus
ditingkatkan dengan signifikan.
Tidak hanya itu,
apabila dibandingkan dengan data kepesertaan aktif PPU di BPJS Ketenagakerjaan
yang saat ini berjumlah sekitar 19,2 juta orang, maka seharusnya BPJS Kesehatan
mendatangi BPJS Ketenagakerjaan untuk membandingkan data yang ada sehingga
BPJS Kesehatan tinggal mem-follow up selisih data tersebut dengan mendatangi
perusahaan yang belum mengikutsertakan pekerjanya ke BPJS Kesehatan.
Apabila secara
persuasif tidak mampu dilakukan, maka dapat diambil penegakkan hukum dengan menggunakan PP Nomor 86
tahun 2013 (sanksi administratif) serta Pasal 55 UU Nomor 24 tahun 2011 (sanksi
pidana).
Terkait dengan pelayanan, Timboel mengaku sangat
ragu dengan pernyataan BPJS Kesehatan yang menyatakan bahwa kenaikan iuran
peserta mandiri, PBI dan Jamkesda per 1 April 2016 nanti ini akan meningkatkan
pelayanan kesehatan. Menurut Timboel, kenaikan iuran tidak otomatis bisa
meningkatkan pelayanan kesehatan.
Ada tiga hal yang harus diperbaiki oleh pemerintah
dan BPJS Kesehatan untuk peningkatan pelayanan kesehatan yaitu :

  1. Beberapa regulasi harus direvisi oleh pemerintah
    seperti Permenkes Nomor 59 tahun 2014 tentang Paket INA CBGs, dan oleh BPJS
    Kesehatan seperti Peraturan Direksi Nomor 1 tahun 2015 yang mensyaratkan masa
    aktivasi 14 hari. Permenkes 59/2014 ini harus direvisi sehingga paket biaya
    bisa mencapai harga keekonomian akan menarik Rumah Sakit swasta ikut menjadi
    provider BPJS dan juga akan meningkatkan pelayanan RS Pemerintah dan RS swasta
    kepada peserta BPJS.
  2. Adanya kemauan baik Direksi BPJS Kesehatan
    untuk membantu pasien peserta BPJS di RS. Selama ini pasien sering disuruh beli
    obat, darah, dsb serta disuruh menunggu lama untuk diambil tindakan serta
    sering ditolak karena alasan kamar perawatan, ICU, Picu, Nicu penuh. Bila ada
    orang BPJS di RS yg hadir 7×24 jam maka pasien akan terbantu.
  3. Penegakkan hukum masih rendah. Dengan
    penegakkan hukum dan sanksi terhadap RS nakal maka sebenarnya pelayanan bisa
    lebih ditingkatkan. BPRS (Badan Pengawas Rumah Sakit) selama ini tdk efektif
    bekerja untuk menegakkan hukum.

“Kalau 3 hal ini tidak dilakukan maka pelayanan
BPJS Kesehatan akan tidak ada perbaikan, walaupun iuran dinaikkan,” tegas
Timboel, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) ini, Kamis(17/3/2016) dalam siaran persnya. (Ern)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *