Kena PHK Sepihak, Buruh Akan Demo Mitsubishi

1
Buruh korban PHK datangi PT SENFU yang berlokasi di Kawasan MM2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi, 16 November 2018.

Bekasi – Sebanyak 73 buruh dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah mendirikan serikat pekerja di PT Senopati Fujitrans Logistic Services (PT SENFU) yang beralamat di Jalan Madura, Kawasan MM2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi. PT SENFU yang berdiri pada 2014 adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pergudangan spare part untuk PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors  (PT KTB), distributor resmi kendaraan Mitsubishi di Indonesia.

Karena itu, buruh akan berdemo di depan PT KTB (Mitsubishi) yang berlokasi di Pulo Gadung, Jakarta Utara, Jumat (23/11/2018)

Berdasarkan data yang kami terima, Serikat Pejuang Buruh Sejahtera Indonesia (SPBSI) PT Senopati Fujitrans Logistic Services  melayangkan permohonan pencatatan kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bekasi  pada 6 November 2018.

Disnaker mengeluarkan surat pencatatan nomor 1935/CTT.250/XI/2018 tertanggal 8 November 2018. Per tanggal 13 November 2018, buruh mendapatkan pemberitahuan yang isinya buruh dikembalikan ke perusahaan outsourcing PT Graha Indotama Taramadina (PT GIT).

Pemberitahuan tersebut dilayangkan oleh pihak HRD PT SENFU, Jessica Rumantine melalui surat nomor 074/HRD/XI/18/2018 tertanggal 12 November 2018. Anehnya, seluruh anggota SPBSI PT SENFU termasuk dalam daftar PHK tersebut, sehingga patut diduga PHK ini ada hubungannya dengan pendirian serikat yang dicatatkan enam hari sebelumnya.

Pendirian serikat di PT SENFU dilatarbelakangi kondisi kerja buruh yang berstatus sebagai buruh harian dan outsourcing. Meskipun buruh outsourcing dipekerjakan di bagian produksi yang sama dengan karyawan tetap, tapi nasib buruh sungguh berbeda.

Buruh outsourcing tidak mendapatkan fasilitas yang sama dengan karyawan tetap. Buruh tidak mendapatkan fasilitas transport, kecuali jika masuk lembur pada Sabtu atau Minggu. Buruh tidak diberikan perjanjian kerja, padahal ada buruh yang telah dikontrak sebanyak tiga kali.

Buruh juga diwajibkan membayar pajak PPh21, tapi tidak pernah diberikan laporan SPT Tahunan, apalagi NPWP. Untuk bekerja di PT SENFU, awalnya buruh dikenakan biaya administrasi sebagai imbalan jasa penempatan.

“Biayanya beda-beda. Ada yang bayar Rp2,5 juta. Ada juga yang disuruh bayar Rp5 juta,” kata seorang buruh yang enggan disebutkan namanya.

Nasib pekerja harian (daily workers) juga serupa dengan buruh outsourcing, bahkan lebih buruk. Buruh harian tidak menandatangani perjanjian kerja apapun, padahal ada buruh yang menjadi buruh harian hingga selama dua tahun. Dalam soal tunjangan transport dan PPh21, kondisi buruh harian sama dengan buruh outsourcing.

Yang lebih parah adalah buruh harian dikenakan wajib lembur, tidak mendapatkan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Upah buruh ada juga yang pernah dipotong untuk penggantian biaya seragam.

Diskriminasi yang lain adalah soal fasilitas makan untuk pekerja. Karyawan tetap, mendapatkan menu yang kelas restoran, sedangkan buruh harian dan outsourcing diberikan makanan catering rantangan. Beberapa kali buruh menemukan ulat di menu sayurnya.

Pengusaha Dinilai Langgar Aturan

Pengusaha dinilai melanggar ketentuan dalam Permenakertrans No. 19/2012 dan Pasal 65-66 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur pekerja outsourcing hanya diboleh di lima bidang pekerjaan penunjang yakni catering, cleaning service, jasa pengamanan (sekuriti), kurir dan pertambangan. Sedangkan PT SENFU mempekerjakan buruh di bidang produksi pergudangan.

Penggunaan buruh harian secara terus-menerus dinilai melanggar aturan karena melebihi 21 hari selama tiga bulan berturut-turut dilarang. Sesuai ketentuan Kepmen No. 100/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), buruh seharusnya diangkat menjadi karyawan tetap.

Tidak adanya fasilitas transport di PT SENFU juga menyalahi Perda Kabupaten Bekasi No. 6/2001 yang mengharuskan perusahaan swasta menyediakan sarana dan fasilitas jemputan. Selain itu, mendaftarkan pekerja menjadi peserta BPJS bersifat wajib bagi para pemberi kerja sebagaimana diatur dalam UU No. 24/20111 tentang BPJS.

Dalam pernyataan sikapnya, Komite Solidaritas Perjuangan Buruh (KSPB) menuntut Mitsubishi agar menegakkan code of conduct terhadap PT SENFU. Mitsubishi mengharuskan perusahaan pemasoknya memenuhi hak asasi manusia (HAM), anti diskriminasi dan mematuhi hukum di suatu negari.

“Angkat 73 buruh menjadi karyawan tetap di PT SENFU sesuai dengan ketentuan Pasal 59, Pasal 65 dan Pasal 66 UU No. 13 Tahun 2003 serta Kepmen No. 100/2004,” tulis KSPB dalam pernyataannya.

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *