Ini Kata Dokter Indonesia Soal Kinerja IDI, BPJS dan Mogok Kerja

0

Solidaritas.net. Jakarta – Ternyata tak hanya kaum buruh saja yang menghadapi kondisi kerja yang tak layak. Para dokter di Indonesia rupanya juga mengalami hal yang sama. Dalam sebuah survey kecil terkait keberadaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang dilakukan oleh para dokter yang tergabung dalam Dokter Indonesia Bersatu (DIB), dokter-dokter di Tanah Air pun mengungkap soal kondisi kerja dokter di Indonesia yang ternyata sangat buruk sekali.

ikatan dokter indonesia
Foto: Liputan6.com.

Hasil survey itu disampaikan oleh Dr Erta Priadi Wirawijaya, SpJP di Bandung, pada Minggu (7/6/2015), dan juga dimuat dalam akun Facebook-nya bernama Erta Priadi Wirawijaya. Tak hanya menyimpulkan soal kondisi kerja dokter yang buruk, mereka juga menyampaikan soal kinerja Pengurus Besar IDI yang ternyata juga sangat buruk. Kebanyakan para dokter yang mengikuti survey itu mengaku merasa tidak puas dengan kinerja para pengurus IDI saat ini.

“Tercermin mayoritas dokter tidak puas dengan kinerja pengurus IDI saat ini. Dari skor 1 buruk sekali – 5 baik, rata-rata skor hanya 1,88. Mayoritas dokter Indonesia saat ini tidak puas dengan kondisi kerja dokter di Indonesia. Dari skor 1 buruk sekali – 5 baik, rata-rata skor hanya 1,58,” ungkap Dr Erta seperti dikutip dari situs Bergelora.com, Senin (8/6/2015).

Selain itu, survey tersebut juga meminta pendapat para dokter mengenai pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sebagian besar mereka ternyata menilai sistemnya masih buruk.

“Mayoritas dokter menilai sistem Jaminan Kesehatan Nasional saat ini masih buruk. Dari skor 1 buruk sekali – 5 baik, rata-rata skor hanya 1,45. Mayoritas dokter (97,5%) menilai IDI perlu memperjuangkan perubahan yang lebih baik dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional,” lanjut penjelasan dari Dr Erta lagi saat mengungkapkan hasil dari survey tersebut.

Kemudian, kebanyakan para dokter itu juga sepakat bahwa cara memperjuangkan sistem kesehatan yang lebih baik adalah dengan melakukan aksi mogok kerja secara massal, di mana sebanyak 77,5% dokter memilih cara tersebut. Menurutnya, selama ini aksi mogok kerja selalu ditabukan oleh berbagai pihak. Makanya, saat ini IDI bisa memprakarsainya.

Ketidakpuasan dokter dalam sistem pendidikan dokter spesialis juga tercermin dalam survey ini, di mana sebanyak 92,5% dokter setuju agar sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia disamakan dengan sistem pendidikan dokter spesialis di negara lain, yakni diubah menjadi sistem ‘Hospital Based’. Sedangkan, soal program internship, sebanyak 59,4% mengatakan setuju dan 40,6% tidak setuju. Lalu, 96,9% setuju agar IDI memperjuangkan nasib dokter baru yang harus ‘menganggur’ lebih dari 6 bulan untuk menunggu internship.

Selanjutnya, sebanyak 95% dokter menginginkan pemilihan ketua IDI dilakukan secara langsung. Dr Erta mengkritisi pemilihan ketua IDI yang selalu tak transparan dan tak jujur selama ini. Menurutnya, perlu dibuat mekanisme baku untuk pemilihan ketua dan pengurus yang tercantum dalam AD/ART, dan fit and proper test bagi setiap bakal calon ketua. Untuk itu, dia pun menyampaikan saran agar IDI lebih memperjuangkan nasib dokter Indonesia.

“IDI saat ini cuma punya slogan-slogan kosong dan seremonial. Tidak ada tindakan nyata untuk memperjuangkan anggota,” pungkas Dr Erta menutup penjelasan hasil survey itu.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *