Erwiana, TKI Korban Penyiksaan Kini Jadi Aktivis BMI

0

Solidaritas.net, Jakarta – Bagi Anda yang sering mendengar atau membaca kasus-kasus penyiksaan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, pasti pernah tahu nama Erwiana (24). Dia dulunya merupakan seorang buruh migran Indonesia (BMI) yang bekerja di Hong Kong. Perempuan yang berasal dari Ngawi, Jawa Timur itu pergi mengadu nasib ke Hongkong dengan diberangkatkan oleh PJTKI PT Graha Ayukarsa, Tangerang pada 13 Mei 2013 lalu.

buruh migran erwiana
Erwiana Sulistyaningsih. Kredit: Tempo/Reuters.

Namun, nasib yang didapatnya di negeri orang ternyata tak seperti yang diimpikannya. Cerita kesuksesan TKI yang bekerja di luar negeri rupanya tak datang padanya. Perempuan bernama lengkap Erwiana Sulistyaningsih itu malah menjalani kisah pilu. Dia bekerja selama delapan bulan tanpa digaji dan harus menerima perlakuan kasar dari majikannya setiap hari.

“Saya dan teman-teman lainnya yang bekerja itu hanya tidur empat jam dan kerja selama 20 jam. Tidur pun di lantai gudang, ada penyiksaan verbal dan fisik. Kadang dipukul, ditelanjangi dan disiram pakai air dingin di musim dingin. Selain itu, juga dikasih minum air mentah,” kata Erwiana saat ditemui wartawan di Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Jl Latuharhary, Jakarta, seperti dikutip Solidaritas.net dari Detik.com, Rabu (11/03/2015).

Selama hampir tujuh bulan lebih, Erwiana harus mengalami penyiksaan dari majikannya yang bernama Law Wan-tung. Hingga akhirnya pada bulan Januari 2014 lalu, dia pun dipulangkan secara diam-diam oleh majikannya tersebut. Dengan hanya bermodalkan paspor dan tiket, serta uang yang hanya Rp 100.000, Erwiana pun diantarkan ke bandara.

“Kondisi saya di bandara saat itu sudah lemas, kaki saya luka, sama majikan diperban dan dipakaikan pakaian hingga enam lapis. Penampilan saya juga didandani agar tidak terlihat seperti orang sakit. Ketika ditinggal di bandara, hanya dibawakan tas ransel dan uang Rp 100.000 saja,” kenang Erwiana saat menceritakan kisah pilunya sebagai TKI tersebut.

Sesampai di Indonesia, dia pun harus mendapatkan perawatan intensif. Luka-luka pada tubuhnya membuat kondisinya kritis dan dirawat di salah satu rumah sakit di Sragen, Jawa Tengah. Setelah pulih, Erwiana kembali menata hidup dan aktif di Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI), untuk memperjuangkan penegakan hukum bagi dirinya dan para BMI.

Perjuangan yang telah dilakukan oleh perempuan yang kini melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta itu ternyata membuahkan hasil. Pada 27 Februari 2015 lalu, La Wan-tung pun dinyatakan bersalah oleh pengadilan di salah satu distrik di Hong Kong. Hakim Amanda Woodcock yang memimpin persidangan memvonisnya dengan hukuman enam tahun penjara dan membayar denda sebesar 15 ribu dolar Hong Kong.

Sang majikan tersebut dijerat atas 18 dari 20 dakwaan yang dituntutkan kepadanya. Dakwaan yang dikenakan pada Law Wan-tung termasuk menimbulkan luka parah dan intimidasi kriminal pada Erwiana dan seorang TKI lainnya yang juga berasal dari Indonesia. Dia dinyatakan bersalah telah melakukan kekerasan dengan meninju kedua TKI tersebut, memukuli dengan alat pel, bahkan juga mengancam akan membunuh keluarga mereka.

“Saya senang atas vonis yang dijatuhkan hakim Amanda Woodcock untuk majikan saya, karena memberikan hukuman maksimal. Selain itu, hakim juga memutuskan agar majikan saya membayar penuh gaji sebesar 28.800 dolar Hong Kong atau Rp 48 juta,” tambah Erwiana yang lalu masuk dalam 100 orang paling berpengaruh di dunia versi majalah TIME.

Erwiana, dari korban, kini bangkit menjadi aktivis pembela hak-hak buruh migran.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *