Waspadai Calo Penyalur Tenaga Kerja

0

Bekasi – Calo penyalur tenaga kerja seringkali memanfaatkan kesulitan seseorang untuk mencari pekerjaan. Pencari kerja diharuskan membayar sampai jutaan rupiah, di antaranya ada yang dipanggil kerja dan ada pula yang tidak mendapatkan kejelasan.

Ilustrasi calo penyalur tenaga kerja
(sumber: Indocrew Yogyakarta)

Para calo bisa leluasa beraksi karena ketatnya persaingan mencari pekerjaan. Hampir semua modus calo sama, yaitu lewat rayuan manis dan iming-iming kepastian menjadi pekerja di perusahaan. Persyaratannya, pencari kerja harus memberikan sejumlah uang. Ada yang harus membayar di depan, ada pula setelah masuk kerja.

Di kota industri seperti di Bekasi ini, persaingan antar pencari kerja sangat ketat. Para pencari kerja dituntut untuk bersaing dengan ribuan pencari kerja lainnya. Situasi itu semakin dipersulit ketika usia pencari kerja sudah di atas 25 tahun karena biasanya perusahaan memberlakukan aturan batasan usia, bahkan di perusahaan tertentu usia pencari kerja dibatasi 23 tahun.

Berhubung tak satu pun pencari kerja yang ingin tersingkir dari persaingan, mereka terpaksa menggunakan ‘jalan pintas’ yaitu menggunakan jasa calo. Situasi itu dimanfaatkan oleh calo untuk meraup keuntungan.

Pengalaman seorang buruh, Atun, pada tahun 2012 dia menggunakan jasa calo. Ia dijanjikan menjadi pekerja di salah satu perusahaan di Kawasan Industri Jababeka. Gaji sesuai Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan dikontrak satu tahun. Faktanya, Atun dirumahkan setelah dua minggu bekerja. Pengusaha beralasan produksi sedang sepi, dia merasa rugi karena sudah membayar jasa calo sebesar Rp.2.000.000.

“Ketika saya datangi rumahnya untuk meminta kejelasan ternyata calo tersebut sudah pindah rumah dan nomor handphonenya sudah tidak bisa dihubungi,” tuturnya kepada Solidaritas.net, Rabu (8/2/2017)

Dia dua kali tertipu, kedua kalinya ia harus membayar jasa calo sebesar Rp.1.300.000. Dia hanya diantar bolak-balik di depan pabrik tetapi tak kunjung dipanggil tes dan masuk kerja.

“Saat saya meminta uang kembali, calonya kabur dan nomornya tidak aktif,” katanya

Temannya juga bernasib sama, harus membayar Rp.2.500.000, setelah itu ditinggal ‘kabur’. Atun berpesan agar para pencari kerja yang menggunakan jasa calo lebih berhati-hati.

“Jangan pernah percaya dengan janji manis calo apalagi dia meminta uang di muka,” imbaunya

Korban calo lainnya adalah Andri, kejadiannya pada tahun 2010. Berawal dari tetangganya yang bisa bekerja di perusahaan melalui jasa calo, dia tergiur dan mengikutinya karena dijanjikan akan menjadi pekerja tetap di perusahaan yang baru beroperasi.

“Katanya gajinya sesuai UMK dan ada peluang menjadi kartap, ternyata saya menjadi korban calo karena dia kabur setelah saya membayar,” ujarnya

Kejadian terbaru dialami dua orang buruh asal Jawa Tengah, dirasa sulit mendapatkan pekerjaan akhirnya mereka memilih menggunakan jasa calo. Keduanya membayar Rp.3.500.000 kepada salah seorang calo yang ada di Bekasi.

Sejak Januari mereka sudah mengikuti tes dan memberikan uang, namun sampai saat ini tak juga dipanggil kerja. Calo itu beralasan, sedang ada audit atau pemeriksaan perusahaan. Bahkan baru-baru ini mereka diharuskan memberi uang tambahan untuk pembayaran baju senilai Rp.300.000.

“Dia beralasan lagi ada audit, tapi saya heran dan tidak percaya karena auditnya lama banget,” cerita salah seorang buruh yang enggan disebutkan namanya.

Akhirnya salah seorang di antaranya memutuskan meminta uangnya kembali. Permintaan itu disetujui, syaratnya dia harus memberikan meterai 6000, menandatangani surat pegunduran diri, menyerahkan bukti transfer uang dan menyerahkan surat pengantar kerja yang pernah diberikan.

Dilansir dari Kaskus.co.id, ada berbagai pengalaman dialami buruh yang pernah menggunakan jasa calo. Disebutkan, ada calo yang mengatasnamakan diri karang taruna dan didukung kepala desa (Kades). Selain itu, ada juga yang menulis pengalamannya tentang calo yang memasang harga sama dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota.

Begitulah calo meraup keuntungan dari para pencari kerja sehingga harus diwaspadai. Keinginan untuk lebih mudah mendapatkan pekerjaan justru sebaliknya, pencari kerja semakin susah. Uang mereka habis, tetapi tak kunjung dipanggil kerja.

Beberapa calo tertangkap biasanya dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dengan hukuman penjara maksimal enam tahun. Seperti yang dialami Mulia, warga Cikende. Dikutip dari Tempo.co, ia mengaku sebagai HRD dan memungut Rp.500.000 sampai Rp.1.000.000 dari setiap pencari kerja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *