PHI Kabulkan Gugatan Ahli Waris Atas Hak Pesangon

0
Foto ilustrasi (kredit id.wikipedia.org)
Foto ilustrasi (kredit id.wikipedia.org)

Solidaritas.net, Banjarmasin – Yuliani, seorang ahli waris, menggugat pengusaha PT Insan Bonafide ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Banjarmasin atas pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dijatuhkan terhadap almarhum suaminya.

Perselisihan berawal dari PHK yang dijatuhkan oleh pengusaha PT Insan Bonafide terhadap M.Fauzi (alm.) pada 10 Mei 2014. PHK ini dilakukan oleh pengusaha sebelum jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) berakhir dan setelah M.Fauzi (alm.) mengadukan tindakan pengusaha yang membayar upah dibawah ketentuan upah minimum yang berlaku ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Banjarmasin.

PT Insan Bonafide yang berkedudukan di Barito Hulu no. 28 Kelurahan Pelambuan, Kecamatan Banjarmasin Barat, Kota Banjarmasin ini, membayarkan upah buruh dengan sistem upah harian. Terhadap pelanggaran ini, bidang pengawas ketenagakerjaan pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Banjarmasin, telah memerintahkan pengusaha PT Insan Bonafide untuk membayarkan kekurangan upah sesuai upah minimum yang berlaku.

Namun PT Insan Bonafide justru melakukan PHK terhadap M. Fauzi (alm.) dengan alasan efisiensi. Meski pada kenyataannya, PT Insan Bonafide sedang melakukan pembangunan fasilitas gedung baru dan perekrutan buruh baru untuk perluasan usahanya. Sayangnya, pada tanggal 9 Juli 2014, M. Fauzi meninggal dunia akibat tenggelam di Sungai Barito.

Atas tindakan yang dilakukan PT Insan Bonafide tersebut, Yuliani, selaku ahli waris, mengajukan gugatan ke PHI Banjarmasin. Dalam gugatannya, Yuliani meminta kepada Majelis Hakim PHI Banjarmasin untuk membatalkan PKWT dan merubahnya menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) karena penerapan PKWT di PT Insan Bonafide bertentangan dengan ketentuan pasal 59 dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Yuliani juga meminta kepada Majelis Hakim PHI Banjarmasin untuk membatalkan PHK dengan alasan efisiensi. Namun karena yang bersangkutan telah meninggal dunia, maka ia menuntut pengusaha PT Insan Bonafide untuk membayarkan pesangon sesuai ketentuan pasal 166 dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Selain itu, Yuliani juga menuntut agar pengusaha PT Insan Bonafide membayarkan jaminan kematian karena tidak mengikutsertakan M. Fauzi (alm.) dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga, besarnya manfaat jaminan kematian harus ditanggung oleh pengusaha PT Insan Bonafide, disamping membayarkan kekurangan upah dan upah proses.

Setelah memeriksa perkara, Majelis Hakim PHI Banjarmasin mengabulkan sebagian gugatan ahli waris. Melalui putusan nomor 17/PHI.G/ 2014/PN.BJM. tertanggal 21 Oktober 2014, Majelis Hakim PHI Banjarmasin menghukum pengusaha PT Insan Bonafide untuk membayarkan pesangon senilai 26 juta rupiah kepada Yuliani selaku ahli waris.

Merasa keberatan, pengusah PT Insan Bonafide mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dan melalui putusan nomor 4 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tertanggal 5 Februari 2015, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan pengusaha PT Insan Bonafide dengan menyatakan bahwa PHI Banjarmasin telah benar dalam menerapkan hukum dan memutus perkara.

Sumber website Mahkamah Agung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *