Menaker: 6 Informasi Sesat terkait PP Pengupahan

0
menakertrans hanif dhakiri
Hanif Dhakiri (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Solidaritas.net, Jakarta – Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri sebut dirinya menemukan indikasi penyesatan informasi oleh pihak tertentu yang disebarkan ke kalangan buruh. Menurutnya ada pihak tertentu yang sengaja menyebarkan informasi tersebut, dengan tujuan agar elemen buruh mudah digerakkan turun ke jalan dan demo menolak PP Pengupahan.

Oleh karena itu, Hanif meminta agar buruh berhati-hati dengan informasi yang menyesatkan mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

“Teman buruh hati-hati terhadap informasi menyesatkan baik di lapangan maupun di media sosial,” katanya, Kamis (29/10/2015) dilansir dari Republika.co.id.

Kata Hanif, ada enam contoh penyesatan informasi soal PP Pengupahan. Pertama, dikatakan upah buruh hanya akan naik lima tahun sekali. Hanif menegaskan hal itu tidak benar sama sekali, sebab dengan sistem formula dalam PP Pengupahan, upah buruh dipastikan naik setiap tahun, bukan setiap lima tahun.

Kedua, informasi yang tidak benar yaitu dikatakan bahwa buruh yang menjalankan tugas serikat pekerja upahnya tidak dibayarkan. Menurutnya, buruh yang menjalankan tugas serikat pekerja tetap harus dibayar upahnya.

Ketiga, dikatakan dengan formula pengupahan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, maka perhitungan upah tidak memperhitungkan komponen hidup layak (KHL) dan kenaikannya tidak akan lebih dari 10 persen. Menurutnya hal ini tidak benar karena upah minimum tahun berjalan sebagai dasar perhitungan sudah mencerminkan KHL dan untuk tahun 2016 saja kenaikan upah minimum akan mencapai 11.5 persen.

Keempat, dikatakan bahwa struktur dan skala upah mempertimbangkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan maupun produktivitas ditiadakan. Hal ini juga dianggap tidak benar karena dalam PP Pengupahan justru mewajibkan perusahaan untuk membuat dan menerapkan struktur dan skala upah.

Kelima, terkait perlindungan terhadap upah yang dikatakan ditiadakan. Menurutnya dalam PP Pengupahan masalah perlindungan upah malah ditegaskan dengan sanksi mengacu pada UU 13/2003 dan ditambah dengan sanksi administratif, termasuk penghentian sebagian atau seluruh proses produksi.

Keenam, dikatakan bahwa serikat pekerja dihilangkan peranannya dalam pengupahan. Ini juga tidak benar karena dalam PP Pengupahan serikat pekerja justru makin penting peranannya dalam merundingkan upah layak pekerja dengan masa kerja di atas 1 tahun melalui penerapan struktur dan skala upah di perusahaan.

Dalam perkara ini, Hanif mengatakan, masih banyak isu senada yang tujuannya memprovokasi buruh agar mau turun ke jalan. Dalam menanggapinya, ia menyarankan agar serikat pekerja berunding dengan pengusaha di forum bipartit, bukan di jalanan.

“Makanya saya ingatkan agar jangan semua informasi ditelan mentah-mentah. Silakan cek isi regulasinya di laman Kemnaker,” ucapnya.

Keraguan pihak buruh terhadap pemerintah karena selama ini banyak terjadi kasus pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan yang tidak mendapatkan sanksi yang tegas. Akibatnya, pengusaha dengan bebas melanggar hak-hak buruh yang normatif tersebut. Belum ada bukti konkret dari pemerintah yang mampu menenangkan buruh tentang jaminan kesejahteraan dan hak-haknya secara signifikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *