Melamar Kerja Kembali Setelah PHK

0

Oleh: Rendi Mulya Ramdani*)

rendi mulya ramdani
Rendi Mulya Ramdani.

Sudah 12 CV (curriculum vitae)-ku kirim ke berbagai perusahaan, namun panggilan kerja tak kunjung datang. Di hari pertama, aku harus berjibaku berdesakan dengan ribuan orang di acara Job Fair. Di bawah meja stand salah satu perusahaan, aku coba ikut merapihkan tumpukan CV yang berserakan. Kenyataan yang aku temui adalah setiap satu lowongan kerja diperebutkan oleh 80 orang.

Aku melihat orang-orang sudah beranjak meninggalkan stand-stand yang berjejer di halaman Disnaker. Aku termenung di serambi mushola selepas sholat Ashar. Banyak informasi miring yang ku peroleh tentang Job Fair ini. Mulai dari hanya sekedar permainan orang dinas, hingga CV yang dibuang begitu sampai di perusahaan. Aku berkeyakinan CV yang di buang itu memang tidak lolos seleksi, itu saja.

Ada satu wejangan Ibu yang selalu ku ingat, “rezeki mu sudah Allah gariskan, Nak. Sabar saja berjuanglah yang ikhlas. Jika gagal jangan kecewa, karena jika kamu kecewa itu artinya kamu belum ikhlas berjuang.”
Entah sampai kapan perjuangan mencari kerja ini berakhir. Bayang- bayang wajah Ibu yang lelah dan adik adikku adalah yang hingga hari ini tetap menjaga gairah semangatku mencari kerja. Almarhum ayah tidak mewariskan banyak harta pada keluarga. Hanya warung kecil satu-satunya yang menjadi andalan keluarga menyambung hidup, selepas aku di-PHK dari tempat kerja sebelumnya karena ikut bersama serikat berjuang mengusahakan tuntutan karyawan. Sampai kini, aku belum mendapat pekerjaan kembali.

Aku baru sampai dirumah menjelang maghrib, Ibu muncul dari dapur memegang bakul nasi untuk makan malam.

“Eh, sudah pulang kau, Nak, bagaimana dapat kerjanya? “ wajah Ibu penuh harap.

“Belum, Bu, tadi itu hanya memasukan CV saja ke perusahaan yang aku lamar,” aku menjawab dengan rasa kecewa, tak mungkin ku ceritakan bagaimana situasi di Disnaker tadi, malah hanya akan membuat Ibu sedih. Senyumku pun dipaksakan.

Selepas makan dan sholat aku tak kuasa untuk menahan ngantuk dan tertidur dengan masih mengenakan pakaian kemeja lengkap tadi siang.

***

Tepat pukul 07.00 aku bergegas berangkat ke salah satu kawasan industri untuk memenuhi panggilan tes dan interview di salah satu perusahaan pengolahan kertas. SMS dari HRD yang aku terima menjelang tidur kemarin untuk hadir di sini sedikit membuat ku lega. Belum banyak yang hadir di ruangan tes. Menjelang pukul 08.00, seorang perempuan memasuki ruangan. Total hanya 10 orang yang ikut tes hari ini.

“Selamat pagi, saya Ibu Rini dari Department HRD terimakasih atas kedatangannya di rekrutmen hari ini. Silahkan mempersiapkan dulu alat tulis dan mohon matikan HP nya agar tidak mengganggu jalannya tes nanti. Oia.. silahkan kumpulkan CV-nya di meja depan.”

Seperti biasa lembaran psikotes dan gambar sudah menjadi makanan wajib bagi seorang pelamar kerja. Deretan angka dan garis yang tidak jelas rupanya, harus digambar menjadi sebuah gambar utuh yang mempunyai fungsi dan nama.

Memasuki sesi interview, rupanya menggunakan sistem gugur, nama yang dipanggil adalah yang lolos tes tertulis.

Bu Rini berdiri di depan ruangan memegang berkas pelamar yang lolos.

“Yang namanya saya sebut, dipersilahkan memasuki ruang di lobi kiri, pintunya warna biru, di sana sudah ada user yang nantinya akan menjadi atasan kalian di department masing masing.”

Dada ku mulai berdebar berharap namaku disebut, dan benar saja urutan pertama membuatku gugup karena tidak sempat bertanya ke pelamar lain bagaimana situasi di dalam. Dengan langkah yang sengaja ku tegap-tegapkan, aku masuki ruangan berpintu biru.

Seorang bapak setengah baya mempersilahkan ku duduk.

“hmm… dengan Alif Darmawan ya,” ujarnya sembari memperhatikan CV-ku.

“Iya, Pak,” aku coba tersenyum.

“Coba ceritakan tentang diri kamu,” wajahnya berubah serius.

“Nama saya Alif Darmawan saya berusia 23 tahun, pernah bekerja di perusahaan pengolahan kayu selama dua tahun di bagian QC. Saya dapat mengoperasikan peralatan standar Lab dan komputer. Selain itu, saya juga pernah mendapat pelatihan HSE dari Dinas Pemadam Kebakaran,” ujarku singkat.

“Hanya segitu? Hmm.. kenapa kamu keluar dari tempat kerja yang dulu?“ tatapan matanya menyiratkan ingin menyelidiki aku lebih dalam.

“Perusahaan tutup, Pak. Semua karyawan di PHK.”

“Kamu pernah ikut serikat?”

“Pernah, Pak.”

“Apa pandangan kamu terhadap serikat pekerja?”

“Serikat pekerja adalah kontrol dan mitra bagi perusahaan, saling menjaga kondusifitas kerja dan mengadvokasi jika ada karyawan yang terkena masalah seputar pekerjaannya.”

Setelah aku kemukakan, raut wajahnya berubah kaku tanpa ekspresi.

“Hmm.. Kalau begitu, silahkan bawa lagi CV kamu dan silahkan pulang”.

*) Penulis adalah salah satu buruh asal Karawang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *