Harga BBM Turun Tak Pengaruhi Upah Buruh

0

Solidaritas.net – Setelah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, terutama premium sebesar Rp 2.000 dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 pada 17 November 2014 lalu, dan mendapat banyak penolakan dari berbagai kalangan masyarakat dalam beberapa bulan ini, akhirnya Presiden RI Joko Widodo menurunkan kembali harga BBM bersubsidi tersebut. Namun, penurunannya hanya sebesar Rp 900 saja, sekarang menjadi Rp 7.600 per liter.

aksi ami tolak bbm naik
Massa AMI masih bertahan melakukan aksi tolak kenaikan harga BBM hingga malam hari, 3 Desember 2014. (foto ilustrasi) © Solidaritas.net / Ari Nasrullah.

Bersamaan dengan itu, pemerintah juga mencabut subsidi premium untuk wilayah Jawa, Madura dan Bali. Dengan begitu, harga premium pun akan mengikuti mekanisme pasar harga minyak dunia pada setiap bulannya, sehingga akan terjadi naik turun pada harga premium di Indonesia. Meski begitu, menurut Ketua Forum Buruh DKI Jakarta, Muhammad Toha, harga BBM turun tidak akan berpengaruh pada upah para buruh.

“BBM naik turun sebulan sekali, masa upah buruh juga naik turun? Enggaklah. Yang turun, kan cuma harga minyak, yang lain kan engga. Kecuali jika BBM turun, dan harga bahan pokok juga ikut-ikutan turun semua, mungkin ada penyesuaian. Tapi bisa dilihat sampai sekarang harga bahan pokok masih saja segitu,” ucapnya seperti dilansir Okezone.com.

Disebut Toha, dampak naik turunnya harga premium itu tidak terlalu signifikan terhadap upah minimum provinsi (UMP). Pasalnya, ketika harga premium mengalami penurunan, harga bahan-bahan pokok malah tetap pada harga semula yang sudah sempat naik ketika harga BBM bersubsidi dinaikkan oleh pemerintah pada bulan November 2014 yang lalu.

Toha malah mempertanyakan mengenai SK Gubernur DKI Jakarta yang rencananya akan menaikkan UMP DKI Jakarta 2015 sebesar Rp 50.000, dari Rp 2.700.000 menjadi Rp 2.750.000 dengan alasan terjadinya kenaikan harga BBM bersubsidi. Pasalnya, sampai saat ini SK tersebut belum juga ditandatangani Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama.

“Yang saya anehkan, ya kenapa itu SK belum juga ditandatangani. Cuma naik Rp 50.000 saja kok lama sekali. Dan juga aneh saja UMP DKI Jakarta lebih rendah dari Jawa Barat. Karawang saja sudah sampai Rp 2.987.000, hampir Rp 3.000.000,” pungkas Toha.

Sebelumnya diberitakan bahwa masyarakat, termasuk buruh telah merasakan langsung dampak luar biasa dari kenaikan harga BBM bersubsidi. Salah satunya Tiara Anggraini, seorang buruh di salah satu pabrik di kawasan Cibitung, Bekasi, Jawa Barat. Ongkos angkutan umum menuju tempatnya bekerja mengalami perubahan yang paling besar.

Tiara yang harus dua kali naik angkutan umum dari rumahnya ke tempat kerja, sekarang terpaksa harus merogoh kocek sebesar Rp 28.000 setiap harinya, dibandingkan dulu hanya Rp 20.000 saja per hari. Itu hanya untuk transportasi saja. Sedangkan untuk makan siang, juga bertambah sebesar Rp 3.000 menjadi Rp 13.000. Belum lagi pengeluaran rutin lainnya.

Sementara itu, Banawati, seorang buruh kontrak di salah satu pabrik sepatu di Kampung Jembatan Merah, Desa Pondok Jaya, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, Banten, terpaksa harus makan mie instan setiap hari bersama keluarganya sejak kenaikan harga BBM. Meski pun harga BBM bersubsidi telah diturunkan pemerintah, namun harga bahan-bahan pokok tentunya tidak akan bisa turun, karena sebelumnya sudah terlanjur dinaikkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *