Alasan kapitalis butuh buruh outsourcing dan buruh kontrak

0

(bahkan dilegalkan lewat Undang-Undang)

Ada yang berpendapat bahwa keuntungan (super) alias penghisapan (super) (super exploitative) kapitalis dikarenakan buruhnya menerima upah/jaminan/kesejahteraan, kondisi kerja, dan watak keorganisasian yang menyengsarakan buruh. Kalaupun menuntut, tuntutannya tetap dalam batas-batas yang dapat ditoleransi oleh kapitalis alias tetap menyengsarakan buruh. Ada serikat buruh yang “meng-alhamdulillah-kan” keadaan seperti itu karena, katanya, perkembangan investasi akan memberikan jaminan dan perluasan kesempatan kerja. Benar kah? Tidak.

buruh kasbi tolak outsourcing
Aksi KASBI yang salah satu tuntutannya menolak sistem kerja kontrak dan outsourcing, 15 September 2014. Kredit: Bisnis.com.

Justru saat inilah, ketika investasi berkembang, buruh harus menuntut lebih banyak bagian dari keuntungan yang telah mereka hasilkan sebelumnya, jangan sampai keuntungannya diakumulasikan terlalu banyak menjadi modal kembali–terutama ditanamkan dalam bentuk efisiensi (otomasi) yang akan mengurangi proporsi kebutuhan terhadap tenaga kerja (alias penggantian tenaga kerja oleh mesin yang lebih canggih), guna menghadapi persaingan di pasar.

Ingat: bahwa penghisapan dan pemerasan terhadap buruh adalah merupakan hukum yang (mau tidak mau) harus dijalankan oleh kapitalis agar, bila biaya produksi variabel (upah/jaminan/kesejahteraan) rendah, maka kapitalis akan mendapatkan sisa keuntungan yang lebih besar untuk menambah biaya produksi konstan (perkakas/mesin produksi, bahan-bahan produksi dan lain sebagainya) untuk mengembangkan atau mempercanggih teknologi produksinya (yang hemat biaya, hasilnya banyak, dan kualitasnya bagus), walaupun dengan mengorbankan/mengurangi proporsi tenaga kerjanya, buruhnya. Semua itu dilakukan agar atau demi menang dalam persaingan di pasar.

Caranya adalah:

  1. mendisiplinkan buruhnya agar sebanyak-banyaknya mencapai target jam kerja;
  2. mendisiplinkan buruhnya agar sebanyak-banyaknya mencapai target produksi;
  3. mengurangi/memecat buruhnya bila sejumlah target produksi tertentu bisa dicapai oleh hanya sebagian besar buruhnya saja, karena kapitalis berkesimpulan bahwa target produksi (yang bisa ditoleransi) sebenarnya bisa dicapai hanya oleh sejumlah tertentu buruh saja;
  4. mengurangi otoritas buruh (atau serikat buruh) dalam menentukan tata-cara produksi, penentuan upah (terutama upah sundulan), jaminan-jaminan, kondisi kerja dan lain sebagainya, yang dapat menambah biaya produksi variabel (biaya produksi non konstan) atau yang dapat menghambat pemaksimalan dan penghisapan tenaga kerja buruh;
  5. bila keempat hal diatas bisa (sebagian besar) terpenuhi, maka kapitalis akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar yang dapat ditambahkan pada biaya produksi konstan (untuk mempercanggih teknologinya) sehingga bisa (dan memang sebaiknya) memperkecil proporsi pemakaian tenaga kerja, alias mengurangi proporsi penggunaan buruh.

Bila teori di atas kita terapkan secara agregat keseluruhan–secara global, dalam bahasa buruh–kepada seluruh kelas kapitalis dan kelas buruh, maka semboyan masyarakat kapitalis adalah: RAJIN BEKERJA MEMBUNUH DIRI SENDIRI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *