Keuangan Serikat Buruh

0

(Jafar Suryomenggolo*)

Ini satu soal yang selalu sensitif. Dari mana saja sumber keuangan serikat buruh? Bagaimana sebaiknya pengaturan dan pembagian keuangan serikat buruh? Mungkinkah serikat buruh dapat mandiri tanpa iuran anggota?

Ini semua contoh pertanyaan yang kerap muncul, kini dan dahulu. Jawabannya pun bisa beragam.

Terbelit kemiskinan rakyat

sobsiPertanyaan bagaimana serikat buruh mencukupi kebutuhannya, bukanlah hal yang baru. Tapi, sudah dipikirkan lama oleh para pengurus serikat buruh sejak awal kemerdekaan. Mereka sudah menyadari pentingnya kelancaran uang iuran dalam pembiayaan keuangan organisasi. Terlebih lagi, dalam kondisi masyarakat yang baru merdeka dan masih miskin. Mereka sadar bahwa lancarnya iuran satu organisasi adalah syarat sebuah serikat disebut “mandiri”. Tapi, bagaimana bisa membayar iuran serikat jika gaji pokok ludes membayar hutang beli beras dan lauk?

Banyak serikat buruh di zaman 1945-1950 tidak memiliki iuran anggota yang pasti. Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) adalah satu organisasi yang pada masa itu punya anggota cukup besar. Meski demikian, sumber keuangan dari anggota (iuran bulanan dan uang pangkal anggota) hanya 1,6% dari total pemasukan bulanan.

Karena itu, serikat bergantung pada sumber keuangan dari luar. Dari data keuangan organisasi, hampir 89% berasal dari pinjaman DKARI (perusahaan negara kereta api pada masa itu). Uang pinjaman itu dipergunakan untuk mendirikan koperasi. Pada masa itu memang umum banyak serikat buruh mendirikan koperasi untuk membiayai kegiatan serikat.

Koperasi menjadi besar karena mendapat pinjaman, sehingga sayangnya, serikat menjadi tergantung pada koperasi dan mulai melupakan tugas untuk menarik iuran anggota. Akibatnya, iuran anggota menjadi terbelengkalai dan tidak pernah dapat menjadi sumber utama keuangan serikat.

Bantuan mematikan

Kondisi terbelengkalainya iuran anggota berlanjut terus. Sampai tahun 1960, banyak serikat buruh yang tidak memiliki sumber keuangan dari iuran anggota. Mereka banyak mengandalkan bantuan dari luar, terutama luar negeri.

Pada masa itu, serikat buruh merasa dirinya kuat kalau jumlah anggotanya besar. Jadinya serikat buruh perlu merasa memiliki anggota terbanyak, sehingga klaim keanggotaan adalah hal yang biasa. Tidak menjadi soal apakah anggota itu benar-benar membayar iuran bulanan.

Pada masa tahun 1960-an, beberapa serikat buruh juga sudah mulai menerima bantuan dana asing. Misalnya, Persatuan Buruh Kereta Api (PBKA) yang bermarkas di Bandung. PBKA yang anti komunis, menerima bantuan dana dari Amerika Serikat untuk beberapa program kegiatannya, sehingga dapat menyaingi SOBSI.

Kegiatannya lebih sosial-ekonomis. Contohnya: pemberian kredit modal bagi anggota, bantuan dana sakit, kegiatan pelatihan teknis, bantuan mesin untuk koperasi anggota. Sama sekali tidak ada soal pendidikan politik ataupun advokasi anggota.

Cengkeraman Orde Baru

Pada masa Orde Ba(r)u, bantuan dana asing untuk serikat buruh terus berlanjut. Hanya saja, bantuan dana asing dicurigai sehingga semua bantuan dana itu harus dilaporkan ke Menteri Tenaga Kerja. Pada masa Menteri Soedomo (seorang pejabat militer yang anti buruh) bantuan dana asing disentralisasi ke Menteri Tenaga Kerja.

Selain itu juga, Soedomo mulai melakukan perombakan struktur SPSI sebagai satu-satunya organisasi serikat yang diakui pemerintah. Struktur SPSI dibuat semakin sentralistik dan kepengurusannya didominasi oleh birokrat atau tentara. Pada masa ini pula diberlakukan sistem COS (check-off-system) atas semua buruh tanpa kecuali.

Sistem COS ini menghancurkan kemungkinan timbulnya serikat buruh yang mandiri. Mengapa? Pertama, buruh dipaksa untuk membayar iuran walau ia tidak tahu apa gunanya. Kedua, semua hasil penarikan iuran dari COS wajib disetor langsung ke Menteri Tenaga Kerja, bukan ke organisasi serikat. Jadi, Menteri Tenaga Kerja memegang kendali penuh atas keuangan serikat: baik yang dari dalam (iuran anggota lewat COS) maupun yang luar (yaitu dana asing). Akibatnya, serikat buruh sangat tergantung sekali pada Menteri Tenaga Kerja.

Pada masa tahun 1990-an, sistem COS dirombak. Kali ini struktur kepengurusan SPSI dapat menarik iuran langsung dari anggota sehingga mengurangi kontrol pemerintah. Hanya saja, ternyata dalam penyalurannya banyak iuran anggota tersebut yang dikorup. Ini adalah praktek yang “lumrah” karena banyak pengurus DPC atau DPD bukanlah buruh yang bekerja sehingga tidak mempunyai penghasilan yang tetap. Mereka menjadi parasit yang hidup dari iuran anggota. Akibatnya, iuran anggota tidak pernah dapat dipergunakan untuk melangsungkan kegiatan organisasi.

SPSI akhirnya menjadi satu organisasi buruh yang malah memeras buruh untuk dapat menghidupi para pengurusnya. Sementara itu, untuk kegiatan-kegiatan organisasi banyak bergantung pada dana asing. Hampir semua program pendidikan SPSI bersumberkan dana asing dari Amerika Serikat, Jerman dan Jepang. Dalam prakteknya, para pengurus pusat SPSI mendominasi bagaimana dana asing tersebut disalurkan. Akibatnya, buruh anggota yang setiap bulan harus membayar iuran COS tidak pernah merasakan manfaat organisasi.

Jika solidaritas adalah otot dan jantung organisasi, iuran adalah darahnya

Apakah zaman sekarang sudah lebih baik? Apakah alam Reformasi menawarkan jawaban yang lebih mumpuni?

Sesungguhnya, banyak serikat buruh masih mengandalkan pemasukan dari luar. Beberapa serikat buruh dekat dengan LSM (baik lokal maupun asing) guna memperoleh bantuan keuangan – dan juga, bantuan pelatihan. Tanpa sumber keuangan yang pasti, banyak serikat buruh tidak mampu mengadakan kegiatan pelatihannya sendiri.

Beberapa serikat buruh juga memperoleh bantuan langsung dari perusahaan. Ini dianggap “lumrah” karena organisasi sangat bergantung pada perusahaan. Ini terlihat dari susunan pengurusnya, yang umumnya berorientasi ingin jadi manajer perusahaan. Mereka umumnya berpikir bagaimana menjaga kelangsungan operasional organisasi belaka, bukan penguatan di basis anggota.

Bagaimana dengan serikat buruh anda?

* Penulis adalah pemerhati perburuhan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *