Ini Tuntutan Buruh di Hari Buruh Migran Internasional

0

Solidaritas.net – Bertepatan dengan Hari Buruh Migran Internasional yang jatuh setiap tanggal 18 Desember, sejumlah organisasi perempuan melakukan berbagai cara untuk memperingatinya. Salah satunya, organisasi masyarakat Solidaritas Perempuan yang terus memperjuangkan nasib buruh migran dengan menagih janji pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk melindungi Buruh Migran Indonesia (BMI) di luar negeri itu.

aksi sbmi hari bmi internasional
Massa SBMI melakukan aksi peringatan Hari Buruh Migran Internasional, 18 Desember 2014. © Solidaritas.net / Surya Anta.

Menurut Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Wahidah Rustam, dalam siaran persnya, berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah masih belum strategis dalam menghapus, atau setidaknya mengurangi secara signifikan kekerasan dan pelanggaran hak yang dialami buruh migran Indonesia di luar negeri. Buktinya, persoalan kekerasan dan pelanggaran hak yang dialami mereka telah terjadi secara tersistematis.

Pernyataan Wahidah itu bukannya tanpa dasar, karena terbukti dengan data jumlah kasus kekerasan dan pelanggaran hak buruh migran Indonesia di luar negeri yang tercatat di Kementerian Luar Negeri dan BNP2TKI. Sepanjang tahun 2011 saja, Kementerian Luar Negeri mencatat ada 38.880 kasus yang menimpa buruh migran Indonesia di luar negeri. Sedangkan pada 2013, pengaduan yang diterima oleh BNP2TKI mencapai 4.432 pengaduan.

“Laporan kasus-kasus yang diterima terdiri dari berbagai jenis kasus, mulai dari gaji tidak dibayar, kekerasan oleh majikan, meninggal dunia, trafficking, hingga ancaman hukuman mati. Kementerian Luar Negeri mencatat, sepanjang 2011 – 2014 terdapat lebih dari 400 kasus ancaman hukuman mati yang dialami oleh buruh migran di berbagai negara tujuan. Sebanyak 46 buruh migran berhasil dibebaskan dari ancaman hukuman mati, namun pada tahun yang sama juga muncul 47 kasus baru,” ungkap Wahidah dilansir ANTARANews.com.

Oleh karena itu, Solidaritas Perempuan menagih janji Presiden Jokowi dan Wapres JK untuk melindungi buruh migran, seperti yang pernah dijanjikannya dalam kampanye Pemilu 2014. Mereka mendesak pemerintah untuk segera merevisi UU Nomor 39 Tahun 2004, serta menyelaraskan Konvensi Migran 90, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan upaya pemberantasan perdagangan manusia dengan cara mengimplementasikan UU PPTPO.

Selain itu, pemerintah juga harus mewujudkan sistem perlindungan yang komprehensif bagi para buruh migran dan keluarganya di setiap tahapan migrasi. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan menciptakan sistem terintegrasi antar kementerian dan lembaga, baik di tingkat pusat maupun daerah terkait sistem database, informasi, pengawasan, hingga sistem pendampingan dan penanganan kasus buruh migran di dalam dan luar negeri.

Upaya ini termasuk soal pengadaan shelter yang manusiawi, serta meningkatkan kuantitas dan kualitas staf di institusi pemerintahan terkait perlindungan bagi buruh migran. Lalu, pemerintah juga perlu melibatkan masyarakat sipil dan kelompok buruh migran dalam penyusunan kebijakan, perencanaan program, implementasi, dan evaluasi program, serta menyediakan pula anggaran untuk perlindungan hak bagi para pembantu rumah tangga.

(Baca selanjutnya ke halaman 2)

“Pemerintah juga harus melakukan tindakan diplomatik internasional terhadap negara tujuan buruh migran Indonesia untuk memastikan perlindungan hak mereka, dan agar mereka benar-benar mendapat keamanan selama bekerja di negara itu,” tambah Wahidah.

Sementara itu, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) melakukan aksi dengan mendatangi BNP2TKI, Kemenakertrans dan Departemen Luar Negeri (Deplu). Buruh menggugat penyiksaan terhadap TKW asal NTB, Nuraini yang mengakibatkan kelumpuhan. Nuraini bekerja selama 10 tahun di Kuwait tanpa digaji dan ia disiksa selama delapan bulan dengan disekap dan kakinya diikat hingga lumpuh. Kini, Nuraini tidak bisa berjalan, ia harus menggunakan kursi roda. (Baca juga: Jadi TKW di Kuwait, Nuraini 8 Bulan Disiksa! Hampir 10 Tahun Tak Digaji!)

Secara umum, ada 11 tuntutan diajukan oleh BMI sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Mudhofir, yakni sebagai berikut:

  1. Mengambil langkah-langkah yang efektif untuk mencegah buruh migran Indonesia dipekerjakan di Negara-negara yang rentan terhadap perlakuan kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya.
  2. Hanya mengirimkan buruh migran Indonesia ke Negara-negara yang telah memiliki perjanjian yang mengikat dengan pemerintah Indonesia terhadap perlindungan huruh migran Indonesia.
  3. Membatalkan kebijakan untuk memberikan hak rekrutmen, transfer, dan penempatan buruh migran Indonesia kepada agen penyalur PJTKI, dan pemerintah mengambil alih tanggungjawab tersebut sebagai bagian dari program pemerintah.
  4. Mengambil langkah-langkah efektif untuk memperbaiki dokumen identitas warga Negara, validitasnya, dan prosedurnya sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk melakukan pemalsuan usia buruh migran dan perdagangan manusia.
  5. Mengadakan sistem dokumentasi yang komprehensif terhadap pergerakan buruh migran mulai dari desa sampai dengan tingkat nasional, dengan bekerja sama dengan Serikat buruh dan organisasi masyarakat‎ lainnya sehingga setiap buruh migran bisa dideteksi dan diawasi keberadaannya.
  6. Mengambil langkah-langkah yang efektif untuk mengkonsolidasikan kembali kebijakan otonomi daerah terhadap bidang pengawasan ketenagakerjaan.
  7. Mentransformasi BNP2TKI agar memberikan prioritas terhadap aspek perlindungan buruh migran dibandingkan dengan aspek keuntungan ekonomi.
  8. Menyediakan pusat rehabilitasi atau fasilitas medis lainnya bagi buruh migran yang mengalami kekerasan fisik dan psikologis sekembalinya ke Indonesia.‎
  9. Mendukung dihapuskannya sistem “Kafala” atau “Sponsorship” yang serupa dengan ‎perbudakan modern bagi buruh migran di kawasan timur tengah.
  10. Mendesak DPR RI untuk melakukan revisi undang-undang no 39/2004 tentang Buruh ‎migran dengan memprioritaskan aspek perlindungan dibandingkan dengan aspek penempatan keuntungan ekonomi.
  11. Ratifikasi Konvensi ILO No. 143 Buruh Migran dan Konvensi ILO No 189 tentang tentang Pekerjaan yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, serta memulai pembahasan draft Undang-undang Pekerja Rumah Tangga di DPR RI‎.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *