Begini Acara Pemutaran Film Senyap di Solidaritas.net Media Center

0

Solidaritas.net, Cikarang –Solidaritas.net juga turut memutarkan film The Look of Silence (Senyap) karya Joshua Oppenheimer di Media Center Solidaritas.net yang beralamat di Ruko Roxy Plaza Blok S1 A No. 15 Pecenongan Square, kawasan industri Jababeka 2 Cikarang, Kab. Bekasi. Kegiatan ini dihadiri oleh dua puluhan peserta yang terdiri dari buruh yang berdomisili di wilayah Cikarang.

pemutaran film senyap
Acara pemutaran film Senyap di Media Center Solidaritas.net, 10 Desember 2014. © Suhendra Ahmad / Solidaritas.net

Hanya satu minggu persiapan yang dilakukan untuk menggelar acara ini, termasuk dengan membagi-bagikan brosur kepada buruh dan warga sekitar. Pelaksanaan acara bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia 10 Desember, di mana ribuan buruh juga melakukan aksi ke Jakarta untuk menuntut kenaikan upah. (Baca juga: Buruh Bisa Nonton Film Senyap di Sini!)

Pagi hari, puluhan tentara dan Pemuda Pancasila (PP) sempat terlihat makan di depan kantor Solidaritas.net.

“Tapi sepertinya, sih, buat mengamankan pabrik dari demo buruh hari ini, bukan untuk mengganggu acara ini,” kata Budi, salah seorang panitia acara.

Acara pemutaran film dipandu oleh Wahyu, koordinator Kelompok Baca Bumi Manusia (KBBM). Diawali dengan pembacaan monolog kutipan dari novel Bumi Manusia oleh Atang, buruh yang berasal dari salah satu pabrik di kawasan Hyundai Cikarang. Atang yang juga anggota KSPSI ini adalah salah satu peserta yang aktif dalam kegiatan KBBM.

“Dan alangkah indahnya hidup tanpa merangkak-rangkak di hadapan orang lain,” demikian salah satu kutipan dari novel Bumi Manusia yang dibacakan oleh buruh yang akrab disapa Boyo ini.

Dalam kesempatan tersebut, koordinator Solidaritas.net, Sarinah menyampaikan pihaknya gembira acara ini hadir karena inisiatif dari buruh yang aktif dalam KBBM. Menurutnya, belum banyak kelompok buruh yang merespon acara pemutaran film ini.

“Dalam catatan saya, hanya empat pemutaran film Senyap yang diorganisir oleh kelompok buruh. Hal ini berkaitan dengan isu HAM dan demokrasi masih belum menjadi isu utama dalam gerakan buruh. Sampai ada pimpinan buruh yang bisa mengatakan isu HAM jauh dari kehidupan buruh. Karena, buruh tidak memiliki pengalaman memperjuangkan demokrasi pada masa Orde Baru, kelompok mahasiswa yang melakukan itu. Padahal, gerakan buruh bisa semaju sekarang karena ruang demokrasi dan reformasi yang sudah terbuka,” jelas Sarinah.

Menurutnya, film Senyap sangat berguna untuk kembali menghidupkan ingatan sejarah dan ideologi rakyat. Upaya rekonsiliasi tidak mungkin tercapai dalam kondisi sekarang di mana ideologi kerakyatan dilarang berkembang.

“Kami akan dorong film ini kembali diputar di sini. Diputar sekali, dua kali atau sampai tiga kali lagi, tidak masalah,” tuturnya.

Senyap pun mulai diputar, hening, peserta dilarang mengaktifkan nada dering gadget. Film ini menghadirikan kengerian, sedih yang tercekat dan yang kadang diselipi humor jadi satu.

(Baca selanjutnya di halaman 2)

Sinopsis

Adi, adik dari korban pembantaian 65, berusaha mencari jawaban atas pembunuhan kakaknya, Ramli. Ia harus menghadapi kenyataan atas kengerian yang terjadi dalam pembantaian 1 juta orang pada tahun 1965. Ia juga mendatangi dan berkonfrontasi dengan sejumlah pelaku untuk mencari jawab, penyesalan dan maaf. Lebih kerap tak bertemu rasa sesal sama sekali.

“Satu syaratnya: kalau tidak meminum darah korban, pembunuhnya jadi gila. Karena minum darah manusia, saya jadi berani melakukan apa saja,” kata Inong, pimpinan pasukan pembunuh tingkat desa di hadapan Adi.

Bahkan, salah satu tokoh jagal yang kini menjadi Ketua DPRD Serdang Bedagai, MY Basrun, mengatakan bahwa pembunuhan itu adalah bukan masalah besar.

“Tidak, tidak, tidak, saya menganggap itu tidak besar.”

“Bagaimana mungkin tidak besar satu juta orang dibunuh atau lebih?” tanya Adi.

“Itu hanya politik. Mencapai idealisme, prosesnya adalah politik…dalam berbagai aspek,” kata Basrun, tegas.

Kesedihan menyelimuti ruangan saat Adi mengetahui bagaimana proses kakaknya Ramli dibunuh secara sadis di tepi Sungai Ular. Adi menyaksikan di rekaman video dua penjagal memperagakan pembunuhan kakaknya.

Mereka menggambarkan Ramli yang sudah tak berdaya karena dipukuli di truk. Penjagal menikam Ramli hingga ususnya terburai. Dari arah belakang, ia disayat mulai dari kemaluan sampai bokong, ditendang jatuh ke sungai. Namun, Ramli masih sempat bergelantungan di akar pohon di tepi sungai dan berteriak “tolong, tolong”. Ramli kabur pulang ke rumahnya, ke Mamaknya, yang kemudian membaringkan Ramli di ruang tamu. Namun, ia kembali dijemput paksa dengan alasan akan dibawa ke rumah sakit. Ramli tak pernah kembali. Di mobil truk yang menjemputnya, penisnya dipotong dan jasadnya dimutilasi. Potongan-potongan tubuhnya ditanam di kebun sawit.

Ayah dan Mamak Ramli tak sanggup menghadapi kenyataan itu. Sejak Ramli mati dalam keadaan mengerikan, mereka sulit makan, sulit bekerja, banyak melamun, sering sakit-sakitan dan lebih sering duduk di bawah pohon asam dekat rumah, tempat di mana Ramli sering menyantap masakan ibu. Sang Mamak masih kerap bertemu dengan pembunuh anaknya saat berpapasan di jalan, ia membenci mereka, namun tak berdaya.

Dua tahun setelah itu, Adi lahir dan mereka memiliki alasan untuk menjalani hidup kembali. Hanya berharap Tuhan yang akan membalaskan sakit hatinya di akherat nanti.

(Baca selanjutnya di halaman 3)

Kesan-Kesan Penonton

Setelah film usai, para peserta membagikan kesan terhadap film Senyap. Wahyu selaku moderator memberikan penjelasan bagaimana doktrin-dokrin bahwa PKI layak dibunuh samapai sekarang masih diajarkan di sekolah-sekolah berdasarkan pengalamannya sebagai guru honorer yang pernah mengajar di beberapa sekolah.

“Apakah Wahyu juga mengajarkan bahwa PKI itu jahat,” tanya Boyo.

Wahyu menjawab bahwa hal itu tergantung keberanian gurunya, apakah berani mengajarkan atau tidak.

“Saya sebenarnya guru bahasa, tapi sering menyelipkan materi-materi sejarah ke siswa. Misalnya mengenai Tirto sebagai pahlawan perintis kemerdekaan dan sejarah sebenarnya G30S. Untuk saat ini, tergantung keberanian gurunya,” jawab Wahyu.

Salah seorang buruh yang bekerja di kawasan MM2100, Saiful, berbagi pengalaman mengenai orang yang dituduh PKI di desanya, Rembang, Jawa Tengah.

“Dulu, waktu kecil, teman-teman saya suka melempari rumah gubuk saat pulang dari nonton layar tancap. Mereka bilang itu karena orang yang tinggal di situ, PKI. Saya intip orang di dalam rumah bilik bambu itu, dia shalat Tahajud. Dari situ saya merasa hal itu tidak benar. Saya mulai datang ke rumahnya, dia ternyata cerdas, bisa bahasa Inggris. Hebatnya lagi, dia hidup dari sepetak tanahnya sendiri dengan bertanam singkong.

Singkong itu diolahnya jadi macam-macam, seperti gaplek. Orang tua saya sampai melarang saya datang ke situ. Dari situ, saya merasa tidak benar ada orang yang dikucilkan begitu padahal tidak bersalah,” terangnya.
Indra, buruh yang bekerja di kawasan Delta 1, menilai tidak mudah bagi Adi untuk menelusuri kebenaran dan berkonfrontasi dengan para pembunuh kakaknya.

“Itu pasti butuh keberanian juga,” katanya.

Menurut pembicara, Danial Indrakusuma, salah satu hal yang paling berhasil dilakukan oleh Orde Baru adalah menciptakan ketakutan. Ia juga mengajukan satu pertanyaan.

“Dari masa asalnya kekejaman itu? Romo Mangun pernah bilang, kekejaman itu belajar dari Jepang. Tapi, Pram bilang, “ngga’, sejak dari jaman feodalisme sudah kejam,” ujarnya.

Tragedi 1965, mengakibatkan kematian ideologi keadilan. Tidak hanya kehancuran secara fisik, namun juga kehancuran secara mental. Dan hal ini disebabkan, keberhasilan Soeharto dalam menciptakan atmosfer ketakutan. Pola yang sama juga dilakukan sejak dari jaman kerajaan di Indonesia.

Sebagai bahan diskusi, panitia membagikan paper Max Lane yang berjudul “Setelah film JAGAL: Indonesia, 1965: Merehabilitasi Korban, Merehabilitasi Revolusi“. Salah satu ide utama dari artikel ini adalah rehabilitasi dan keadilan yang sebenarnya tak akan terwujud tanpa juga merehabilitasi ideologi korban. Harus diingat bahwa 20 juta korban kehilangan hak-haknya untuk mengungkapkan dan mangampanyekan ideologi mereka. Rehabilitasi harus juga mengembalikan secara penuh hak-hak demokratik (liberal) korban menjadi kembali normal.

Di akhir acara, panitia juga membagikan hadiah kaos “Senyap” kepada dua peserta yang beruntung memenangkan undian.

Ini foto-fotonya:

[RPG id=2200]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *