Norma Rae Menolak Lupa Tragedi Perkosaan Massal

0

Palu – 

Dalam rangka memperingati tragedi perkosaan massal yang terjadi pada 13-15 Mei
1998, Norma Rae bersama Federasi Mahasiswa Kerakyatan (FMK) menggelar aksi
mimbar bebas di depan kampus Universitas Tadulako (Untad), Kota Palu, Jumat(13/5/2016).
Dalam aksinya, massa membagikan bunga dan selebaran.

Massa Norma Rae di depan Kampus Untad
(Foto: Ida Ayu Wulan)

Aksi tersebut diikuti puluhan massa
Norma Rae dan FMK, sebanyak 200 bunga dan selebaran yang mereka bagikan. Mahasiswa
Untad yang menerima bunga dan selebaran sangat mengapresiasi aksi ini.

“Mereka mendukung aktivitas kami
yang mengkampanyekan perlawanan terhadap kekerasan seksual,” ujar koordinator
lapangan, Tika kepada Solidaritas.net, Minggu (15/5/2016).

Massa membentangkan spanduk
bertuliskan “Lawan kekerasan seksual, Perempuan:
bukan objek seksual, subjek keadilan” dan menyerukan menolak
lupa tragedi perkosaan massal yang terjadi di masa lalu dan segera di usut
tuntas, serta segera
sahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) penghapusan kekerasan seksual agar
perempuan terlindungi dan merasa aman karena hukuman kebiri tidak menjamin
perempuan terlindungi dari kekerasan seksual

Pada kerusuhan Mei 1998 terjadi perkosaan massal, ini merupakan tragedi yang paling kelam dalam sejarah Indonesia setelah merdeka. Tragedi
ini tidak hanya menarik perhatian nasional tetapi juga dunia internasional.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhaadap Perempuan menyebutkan, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 98 mengidentifikasi setidaknya 85 perempuan menjadi korban kekerasan seksual Mei 98. 52 di antaranya adalah korban perkosaan.

“Tragedi tersebut harus segera di
usut tuntas karena merupakan kasus pelanggaran terbesar disepanjang sejarah Indonesia,
apabila tidak diusut tuntas dan tidak ada UU yang melindungi perempuan, maka Negara
sama halnya dengan melanggengkan kekerasan seksual,” tegas Tika.

Norma Rae menjelaskan, mayoritas korban kekerasan seksual 98, khususnya di Jakarta, adalah perempuan etnis Tionghoa. Di tengah terjadinya kerusuhan Mei 1998
ternyata terjadi perkosaan massal yang masih menyimpan sejumlah misteri.

“Parahnya, banyak pihak yang
menolak bertanggung jawab, menolak membongkar kasus ini, padahal sebagian besar
pelaku dan saksi-saksi sejarahnya masih hidup sampai hari ini,” tutur Tika.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *