Dinilai Legalkan Upah Murah, RPP Pengupahan Tuai Penolakan

0
tolak rpp pengupahan
Massa aksi tolak RPP Pengupahan, 15 Oktober 2015. Foto: Solidaritas.net / Fullah

Solidaritas.net, Jakarta – Dinilai tidak berpihak pada buruh, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan menuai penolakan dari berbagai serikat buruh. Selain itu, dari berbagai serikat buruh juga menemukan pasal-pasal dalam RPP Pengupahan yang akan semakin melegalkan upah murah.

Dari sekian banyaknya serikat buruh yang menyatakan menolak RPP Pengupahan, beberapa diantaranya yaitu Konfederasi KASBI, KSPI, KPBI, dan Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) bersama dengan Komite Persatuan Rakyat Tolak RPP Pengupahan.

Konfederas KASBI menilai alih-alih melindungi kepentingan kaum buruh melalui RPP Pengupahan justru hanya untuk melindungi kepentingan modal (investasi) belaka. Padahal selama ini jelas, selain kaum buruh membutuhkan upah layak, juga membutuhkan perlindungan upah karena masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh para pengusaha terhadap pelaksanaan upah.

Konfederasi KASBI menyatakan menolak RPP Pengupahan karena hanya untuk melindungi pengusaha dan melanggengkan politik upah murah; bentuk perpu pengupahan pro buruh, serta penuhi piagam perjuangan marsinah untuk memujudkan kerja layak, upah layak dan hidup layak bagi kaum buruh

Sementara itu, PPMI menerbitkan pernyataan sikap yang isinya menuntut Presiden Joko Widodo menunda pengesahan RPP Pengupahan. DPP PPMI menyimpulkan 10 hal, dua diantaranya yaitu, pertama, dalam RPP tentang Pengupahan pada BAB IV “Perlindungan Upah” Bagian Kesebelas Hak Pekerja/ Buruh atas Keterangan Upah pada Pasal 40 ayat 2 dan 3 menjadi masalah besar yang dihadapi oleh pekerja/buruh selama ini, bahkan dengan dalil tersebut pada ayat 3 pegawai pengawas Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota untuk tidak memberikan Nota Penetapan terhadap pelanggaran upah yang dilakukan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh. Kedua, dalam RPP tentang Pengupahan BAB V Upah Minimum Pasal 42 ayat 1 dan ayat 2 menimbulkan multi tafsir sehingga membuka peluang bagi pengusaha untuk tidak membayar upah minimum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar menilai, rencana pengesahan terkesan buru-buru. Padahal, pihaknya tak merasa ada pembicaraan intensif dengan buruh soal RPP pengupahan sebelumnya. Hal tersebut diperparah dengan beberapa pasal di draf rancangan yang dinilai tak berpihak kepada buruh.

Selain mengkritisi kebijakan tersebut, serikat-serikat buruh ini juga melakukan aksi massa sebagai bentuk protes pada 15 Oktober 2015, kemarin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *