Gema Demokrasi Tolak Dibungkam

0

Jakarta – Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi (Gema Demokrasi) yang terdiri dari 60 organisasi masyarakat sipil serta individu yang peduli pada pembangunan demokrasi di Indonesia menggelar aksi ngabuburit demokrasi di depan Istana Negara, Rabu (15/6/2016).

Aksi ngabuburit demokrasi. Massa membentangkan spanduk.
Foto: Danial/Solidaritas.net

Sekitar 50 orang massa berjalan kaki dari patung kuda Indosat menuju Istana Negara dengan membawa spanduk, poster dan memukul kentongan darurat demokrasi. Acara diisi dengan orasi dari sejumlah pimpinan lembaga. Saat aksi sedang berlangsung, juru bicara Partai Pembebasan Rakyat (PPR) Surya Anta mengabarkan terjadi penangkapan terhadap aksi Papua, yaitu 100 orang ditangkap di Wamena. 1.004 orang ditangkap di Sentani dan 31 mahasiswa ditangkap oleh aparat dari Polres Malang, Jawa Timur.

“Rakyat Papua direpresi dengan brutal sampai ada yang ususnya keluar karena ditembak, sehingga wajar jika mereka menuntut merdeka setelah semua itu,” kata Surya.

Selain bertujuan untuk menyampaikan pendapat di muka umum sebagai bentuk perjuangan atas terjadinya banyak pembungkaman kebebasan berekspresi dan berkumpul di Indonesia akhir-akhir ini. Aksi ini juga merupakan seruan kepada rakyat bahwa Demokrasi hanya mungkin tegak jika rakyat berinisiatif melakukan perlawanan terhadap tindakan militerisme, dan tidak lengah untuk tetap merapatkan barisan demokrasi!

Aksi yang digelar di depan gedung indosat sampai dengan Istana Merdeka itu berlangsung sekitar pukul 15.15-18.55 WIB dengan isian acara panggung seni, orasi, dan buka puasa bersama.

Peristiwa pelarangan dan pembubaran acara-acara yang dituduh ‘komunis’ dalam beberapa bulan terakhir masih merisaukan gerakan demokrasi.

“Kerisauan ini sedikit banyak lahir dari ingatan atas sejarah orde baru yang tidak kenal pada demokrasi dan telah meninggalkan banyak korban serta kemunduran-kemunduran selama 32 tahun,” demikian pernyataan sikap GEMA Demokrasi

Sehingga dianggap penting untuk melakukan aksi massa untuk menyuarakan pendapat di muka umum. GEMA Demokrasi menilai, sampai hari ini, pelaku-pelaku yang membubarkan dan melarang acara tersebut masih saja dibiarkan. Argumen aparat dalam melarang dan membubarkan suatu acara masih dibenarkan, demikian pula dengan aparat TNI yang menyalahi wewenangnya dalam men-sweeping buku juga masih didiamkan.

“Ini tanda bahwa kesalahan belum diakui sebagai kesalahan, sehingga hal yang sama masih sangat mungkin untuk terulang,” tegas GEMA Demokrasi.

Struktur komando teritorial yang mendorong ikut campurnya tentara dalam urusan-urusan sipil, terus dipelihara. Bahkan tentara telah berpotensi menjadi institusi yang independen dari negara dengan lahirnya kesepakatan-kesepakatan kerjasama (MOU) tentara dengan berbagai pihak layaknya ‘bisnis keamanan’.

Disamping itu, peraturan-peraturan yang berpotensi mengekang kebebasan terus bermunculan. Dari UU Ormas, RUU Keamanan Nasional, sampai pada prosedur-prosedur kepolisian yang melangkahi demokrasi.

Menurut GEMA Demokrasi, semua itu adalah masalah sistem secara keseluruhan yang masih belum menempatkan rakyat sebagai tujuan membangun negara. Belum menempatkan demokrasi sebagai syarat pencapaian tujuan-tujuan rakyat.

Olehnya. GEMA Demokrasi kembali mengingatkan pemerintah untuk menghormati hak berdemokrasi warga Negaranya, memberi sanksi kepada pihak-pihak yang melawan demokrasi, sekaligus mencegah kembalinya militer di dalam urusan-urusan sosial-politik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *