Buruh Kontrak Dilarang Hamil

0

buruh kontrak dilarang hamil
Ilustrasi. Foto: Satuharapan.com.

Oleh: Jafar Suryomenggolo*)
Tiap orang yang bekerja dan menerima upah disebut buruh. Buruh bekerja di berbagai tempat: di pabrik, perkebunan, kantor dan di banyak tempat lainnya. Berbagai jenis lapangan industri menentukan kerja seorang buruh. Namun, kita tahu bahwa tiap buruh tidaklah sama, dan ada berbagai macam buruh.

Macam-macam buruh

Di dalam kenyataannya, ada berbagai macam buruh berdasarkan status pekerjaannya. Buruh tetap, buruh kontrak, buruh borongan, buruh musiman, buruh harian. Karena berbeda status, upah yang diterima tidaklah sama. Seringnya, buruh tetap memperoleh upah lebih daripada buruh kontrak.

Upah bukan satu-satunya yang membedakan buruh tetap dengan buruh kontrak. Ada banyak hal lainnya. Umumnya, buruh kontrak punya jam kerja yang berbeda dan seringnya, lebih panjang daripada buruh tetap. Juga, buruh kontrak tidak gampang mengajukan cuti sakit. Kalaupun bisa, seringnya tidak diupah.

Maka itu, menjadi buruh tetap dianggap sebagai puncak atau malah, tujuan. Diangkat menjadi buruh tetap dianggap sebagai keberuntungan, sebab tak semua orang bisa. Terlebih lagi di zaman sekarang ini yang makin susah cari pekerjaan. Jumlah buruh kontrak lebih banyak daripada buruh tetap.

Cilakanya, perbedaan hak dan kesejahteraan antara buruh tetap dan buruh kontrak ini dianggap lumrah. Dianggap hal yang normal dan layak. Benarkah demikian?

Hak dan kesejahteraan yang dirampas

Menurut Hukum Perburuhan, buruh tetap dan buruh kontrak tidak berbeda. Buruh tetap dan buruh kontrak punya hak yang sama. Hak dan jaminan kesejahteraan seorang buruh tidak berbeda karena statusnya. Silahkan rekan boleh periksa isi aturan Undang Undang no 13 tahun 2003.

Jauh sebelum adanya Undang Undang no 13 tahun 2003, perihal perburuhan diatur dalam Undang Undang no. 12 tahun 1948 tentang Kerdja. Undang Undang ini merupakan Undang Undang perburuhan yang kita milik begitu merdeka.

Undang Undang ini memberikan jaminan perlindungan bagi buruh perempuan. Terutama dengan hak cuti haid dan juga, hak cuti hamil. Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memberikan hak cuti haid bagi buruh perempuan. Ini jelas suatu kemajuan.

Menurut Undang Undang ini, buruh perempuan tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid. Buruh perempuan harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum melahirkan dan satu setengah bulan sesudah melahirkan. Begitu juga, bila ia mengalami gugur kandungan.

Sayangnya, isi aturan berbeda dari kenyataan. Hal ini tentu sudah bukan berita baru bagi rekan sekalian. Catatan sejarah juga menyatakan demikian.

Sudah sejak tahun 1951 ada juga laporan tentang pelanggaran aturan hukum. Tahun 1951 penting karena mulai tahun 1951 itu isi aturan Undang Undang no 12 tahun 1948 mulai diberlakukan penuh. Ini karena memang sejak 1945 sampai akhir tahun 1949, kita masih berperang revolusi menghadapi Belanda. Baru di tahun 1950 memasuki masa damai.

Di tahun 1951 itu juga sudah ada laporan tentang pelaksanaan isi aturan hukum perburuhan. Dapat kita baca, sebagai berikut:

madjikan memakai alasan bahwa orang haidh tidak bisa dikontrol dan karenanja bisa membohongi si madjikan. … biasanja madjikan memisahkan buruhnja antara buruh tetap dan buruh lepas. Untuk buruh tetap madjikan mau memberikan libur dengan upah penuh, sedangkan untuk buruh lepas (borongan) sama sekali tidak.

Jadi dapat kita ketahui bahwa majikan membedakan buruh kontrak dan buruh tetap. Buruh tetap bisa memperoleh hak cuti haid, dengan tetap dibayar. Buruh kontrak tidak bisa memperoleh hak cuti haid. Kalaupun memperoleh hak cuti haid, biasanya tidak dibayar.

Laporan yang sama juga memuat soal pelaksanaan hak cuti hamil. Dapat kita baca, sebagai berikut:

Kalau madjikan mengetahui ada buruh wanita dalam perusahaannja sudah mengandung 6-7 bulan, buruh wanita tersebut dikeluarkan. Madjikan tidak mengabulkan permintaan buruh wanita untuk mendapat perlop dengan upah penuh…

Buruh hamil tidak serta-merta mendapatkan hak cuti hamil. Malah sebaliknya, akan di-PHK. Hak cuti hamil tidak diberikan pengusaha. Terlebih lagi, terhadap buruh kontrak.

Siasat ciptaan pengusaha

Demikianlah dapat kita ketahui bahwa perbedaan buruh kontrak dan buruh tetap telah berlangsung sejak lama. Setua usia negara kita sendiri.

Jadi, sudah sejak lama buruh kontrak tidak bisa menikmati hak cuti haid dan juga, hak cuti hamil. Hal ini tentu hanya sebagian dari cerita yang ada. Sebab, masih ada banyak hak lainnya dan kesejahteraan yang tidak dinikmati buruh kontrak. Hak-hak itu telah dirampas dari buruh kontrak.

Hukum Perburuhan, baik Undang Undang no 12 tahun 1948 dan Undang Undang no 13 tahun 2003, tidak membedakan buruh tetap dan buruh kontrak. Perbedaan ini jelas siasat ciptaan pengusaha.

Mengapa pengusaha menciptakan perbedaan ini? Alasan yang paling sederhana adalah agar buruh tetap tidak bersatu dengan buruh kontrak. Buruh tetap akan merasa beruntung dan nyaman. Buruh tetap dibikin terlena agar tidak merasa perlu mengalami penderitaan yang dialami buruh kontrak. Agar merasa aman – meski sebenarnya semu. Boleh merasa “beruntung” tapi sebenarnya berpijak dari penderitaan buruh kontrak.

Juga, buruh kontrak dipacu dan ditipu agar impiannya semata-mata menjadi buruh tetap. Untuk dapat meraih impian itu, buruh kontrak dipaksa bersaing dengan sesama buruh kontrak lainnya. Kawan senasib menjadi lawan saingan.

Jadi, pengusaha membedakan buruh tetap dengan buruh kontrak agar tidak sama, dan tidak bisa bersatu. Seringnya, hal ini malah diterima baik di kalangan buruh sendiri.

Siasat pengusaha ini menyebabkan buruh tetap tidak mau bersatu dengan buruh kontrak. Takut statusnya hilang, takut kenyamanannya hilang. Buruh kontrak juga sulit bersatu dengan sesama buruh kontrak, meski senasib-sependeritaan.

Pembebasan buruh kontrak

Dari catatan sejarah dapat kita ketahui bahwa perbedaan buruh tetap dan buruh kontrak ini sudah berlangsung selama puluhan tahun. Siasat pengusaha ini jelas masih ampuh dan mempan hingga sekarang ini. Alih-alih, dianggap lumrah saja.

Sayangnya, banyak serikat buruh tidak menggugat perbedaan ini. Cilakanya, yang kerap terjadi adalah buruh tetap “memanfaatkan” buruh kontrak. Buruh kontrak dimobilisasi saat demo atau mogok. Tuntutan buruh tetap yang diutamakan. Kalaupun ada, tuntutan buruh kontrak diajukan sebagai nomor sekian, tidak dianggap penting.

Jelas, buruh kontrak mengalami ketidak-adilan dua kali lipat. Yang pertama, ditindas oleh siasat ciptaan pengusaha. Yang kedua, dimanfaatkan oleh buruh tetap yang ingin mempertahankan statusnya.

Buruh kontrak berhak atas hak-hak yang sama dan penuh, termasuk hak cuti haid dan hamil. Selama puluhan tahun hak dan kesejahteraannya dirampas, kini sudah saatnya buruh kontrak mesti mengalami pembebasan total.

*) Penulis adalah pemerhati perburuhan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *